BAB I
PENDAHULUAN
Rene Descartes dinggap sebagai Bapak aliran filsafat pada
zaman modern. Disamping seorang tokoh rasionalime, Descartes pun merupakan
seorang filsuf yang ajaran filsafatnya sangat populer, kerna pndangannya yang
tidak pernah goyah, tentang kebenaran tertinggi berada pada akal atau rasio
manusia. Rene Descartes seorang filsuf yang tidak puas dengan filsafat
Skolastik yang pandangan-pandangannya saling bertentangan, dan tidak ada
kepastian disebabkan oleh miskinya metode berfikir yang tepat. Descartes mengemukakan
metode baru yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala
sesuatu, dalam keragu-raguan itu, jelas ia sedang berfikir. Sebab, yang sedang
berfikir itu tentu ada dan jelas terang-benderang.Cogito ergo sum (saya
berfikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah
yang dapat membawa orang paa kebenaran. Yang benar hanyalah tindakan akal yang
terang benderangyang disebutnya Ideas Claires el Distinces (pikiran yang
terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang ini pemberian tuhan
sebelum orang dilahirkan (ida inate : ide bawaan). Sebagai pemberian
Tuhan, maka tak mungkin tak benar.
Kerasionalan dalam berfikir Descartes membuat saya
tertarik untuk mengkaji tokoh ini (Descartes). Begitu juga tentang metode cara
menemukan kepastian yag ia kemukakan dalam ungkapan Cogito rgo sum (
saya berfikir, maka saya ada). Selain itu juga tentang pendapat Descares yang
mengatakan bahwa roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat
asasi roh adalah pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan.
Makalah ini akan membahas beberapa pokok masalah yang
terkandung di dalamnya. Diantaranya adalah biografi dari Rene Descrtes itu
sendiri. Dari kelahiranya, riwayat pendidikannya, dan kondisi keluarganya,
serta karya-karya monumental dari Rene Descartes itu sendiri. Kemudian
pokok-pokok pemikiran beliau serta metode dan pendekatan apa yang ia pakai
dalam pemikirannya tersebut. Makalah ini juga membahas tentang analisa tokoh
mulai dari dukungan atas tokoh, kritik atas pemikiran tokoh, serta analisa
penulis sendiri mengenai Decartes sendiri. Pembahasan berikutnya adalah
mengenai epistemologi atau cara memperoleh pengetahuan yang ditawarkan
Descartes dan begitu juga ontologi Descartes.
Menenai makalah tujuan dari makalah ini dibuat adalah
yang petama kali merupakan sebagai tugas akhir semester dari mata kuliah
Filsafat Ilmu dan Logika. Untuk seterusnya penulis mengharapkan dengan
terselesaikannya makalah ini, pembaca dapat mengetahui lebih dalam siapa itu
Rene Descartes, apa saja pemikirannya, epistemologi Decartes dalam mencari
kepastian , juga ontologi Descartes.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Rene Descartes lahir di kota La Haye Totiraine,
Perancis pada tanggal 31 Maret tahun 1596 M.
Dalam literatur berbahasa latin dia dikenal dengan Renatus Cartesius.
Rene Descartes selain merupakan seorang filosof, dia juga seorang matematikawan
Perancis. Beliau meninggal pada tanggal 11 februari 1650 M di Swedia di usia 54
tahun[1].
Kemudian jenazahnya dipindah ke Perancis pada tahun 1667 M dan tengkoraknya
disimpan di Museum D’historie Naturelle di Paris.
Rene Descartes dikenal sebagai Bapak Filsafat
Modern. Menurut Bertnand Russel, memang benar. Gelar itu diberikan kepada
Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat
yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan
rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun
argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar
filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan yang
lainnya[2].
Corak pemikiran yang rasional merupakan sebuah
kontribusi pemikiran yang ia berikan kepada dunia. Selain itu, ada beberapa
kontribusi berupa karya-karya buku. Karya-karyanya yang terpenting dalam bidang
filsafat murni dintaranya Dicours de la Methode (1637) yang menguraikan
tentang metode. Selain itu juga ada Meditations de Prima Philosophia (1642),
sebuah buku yang menguraikan tentang meditasi-meditasi tentang filsafat
pertama. Di dalam kedua buku inilah Descartes menuangan metodenya yang terknal
itu, metode Cogito ero sum, metode keraguan Descartes.[3]
Rene Descates merupakan anak ketiga dari
seorang anggota Parlemen Inggris yang memiliki tanah yang cukup luas. Ketika
beliau mewarisinya setelah ayahnya meninggal, beliau menjual tanah warian
tersebut dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu
franc per tahun[4].
Pada tahun 1612 M, beliau pidah ke Perancis. Beliau merupakan orang yang taat
mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi beliau juga menganut bid’ah-bid’ah
Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh gereja. Terbukti
dalam bukunya La Monde yang mana beliau memaparkan di dalamnya dua
pemikiran bid’ah : Rotasi bumi dan keterhinggaan alam semesta[5]. Dari
tahun 1629 M sampai 1649 M, beliau menetap di Belanda.
Pendidikan pertama Descartes diperoleh dari
College Des Jesuites La Fleche dari tahun 1604 – 1612 M. Beliau memperoleh
pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan Yunani, bahasa Perancis, musik
dan akting. Disamping beliau juga belajar tentang filsafat, matematika, fisika,
dan logika[6]. Bahkan,
beliau mendapat pengetahuan tentang logika Aristoteles, etika Nichomacus,
astronomi, dan ajaran metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. Dalam
pendidikannya Descartes merasakan beberapa kebingungan dalam memahami berbagai
aliran dalam filafat yang saling berlawanan.
Pada tahun 1612 M, Descartes pergi ke Paris dan
di sana beliau mendapatkan kehidupan sosial yang menjemukan yang akhirnya
beliau mengasingkan diri ke Faobourg Sain German untuk mengerjakan ilmu ukur.
Kemudian pada tahun 1617 M, Descartes masuk ke dalam tentara Belanda. Selama dua tahun, beliau mengalami
suasana damai dan tentram di negeri kincir angin ini, sehingga beliau dapat menjalani
renungan fisafatnya. Pada tahun 1619 M, Descartes bergabung dengan tentata
Bavaria. Selama musim dingin antara tahun 1619 – 1620 M, di kota ini, beliau
mendapatkan pengalaman, yang kemudian dituangkan dalam buku pertamanya Discours
de la Methode. Salah satu pengalaman yang unik adalah tentang mimpi yang
dialami sebanyak tiga kali dalam satu malam, yang dilukiskan oleh sebagian
penulis bagaikan ilham dari Tuhan.[7]
Pada tahun 1621 M, Descartes berhenti dari
medan perang dan setelah berkelana ke Italia, lalu beliau menetap di Paris
(1625 M.). Tiga tahun kemudian, beliu kembali masuk tentara, tetapi tidak lama
beliau keluar lagi. Dan akhirnya beliau memutuskan untuk menetap di Belanda. Di
sinilah Descartes menetap selama 20 tahun (1629 – 1649 M.) dalam iklim
kebebasan berfikir. Di negeri sinilah beliau dengan leluasa menyusun
karya-karyanya di bidang ilmu dan filsafat[8].
Descartes menghabiskan masa hidupnya di Swedia
tatkala beliau memenuhi undangan Ratu Christine yang menginginkan
pelajaan-pelajaran dari Descartes. Salah satunya Ratu Christine ingin
mempelajari filsafat Decartes. Pelajaran-pelajaran yang diharusakn diajarkan setiap
jam lima pagi menyebabkan Descartes jatuh sakit radang paru-paru yang menjemput
ajalnya pada tahun 1650 M, sebelum sempat beliau menikah. Tetapi Descartes
mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada umur lima tahun;
ini, katanya, merupakan kesedihan yang paling mendalam selama hidupnya[9].
B. Metode dan Pendekatan Pemikiran Descartes
Dalam pemikiran Descartes Cogito Ergo Sum yang
berarti aku berfikir maka aku ada, beliau menggunakan metode analistis kristis melalui
keraguan (skeptis) dengan penyangsian. Yaitu dengan menyangsikan atau meragukan
segala apa yang bisa diragukan. Descartes sendiri menyebutnya metode analitis.
Descartes juga menegaskan metode lain: empirisme rasionil[10].
Metode itu mengintregasikan segala keuntungan dari logika, analisa geometris,
dan aljabar. Yang di maksud analisa geometris adalah ilmu yang menyatukan semua
disiplin ilmu yang dikumpulkan dalam nama “ilmu pasti”[11].
Mengenai pendekatan yang digunakan Descartes
dalam menganalisa pemikirannya, sudah kelihatan jelas bahwa beliau menggunakan
pendekatan filsafat yang mana menganut paham rasionalisme yang sangat
mengedepankan akal.
Dapat dipahami bahwasanya Rene Descartes dalam
“Cogito Ergo Sum”nya menggunakan metode analitis tentang penyangsian dan
dengan menggunakan pendekatan filsafat yang rasional.
C. Pokok-Pokok Pemikiran
1. Cogito ergo sum
Cogito Ergo Sum atau yang lebih dikenal dengan “aku berfikir
maka aku ada” merupakan sebuah pemikiran yang ia hasilkan melalui sebuah
meditasi keraguan yang mana pada awalnya Descartes digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam menghadapi
hasil-hasil ilmu positif renaissance. Oleh karena itu untuk memperoleh
kebenaran pasti Descartes memepunyai metode sendiri. Itu terjadi karena Descartes
berpendapat bahwa dalam mempelajari filsafat diperlukan metode tersendiri agar
hasil-hasilnya benar-benar logis.[12]
Cogito dimulai dari metode penyangsian.
Metode penyangsian ini dijalankan seradikal mungkin. Oleh karenanya kesangsian
ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang dimiliki, termasuk juga
kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggap pasti (misalnya bahwa ada suatu
dunia material, bahwa saya mempunyai tubuh, bahwa tuhan ada).[13]
Kalau terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kasangsian yang radikal itu,
maka itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan fundamen bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Dan Descartes tidak dapat meragukan bahwa ia sedang
berfikir. Maka, Cogito ergo sum: saya yang sedang menyangsikan,ada[14].
Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal, betapa pun besar usahaku.
Apa sebab kebenaran ini bersifat sama sekali pasti? Karena saya mengerti
itu dengan jelas dan terpilah-pilah (Inggris: clearly and distinctly).
Jadi, hanya yang saya mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah harus diterima
sebagai benar. Itulah norma untuk menentukan kebenaran.[15]
Cogito Ergo sum, aku berfikir,
jadi aku ada. Tahapan metode Descartes itu dapat diringkas sebagai berikut[16]:
2. Ide-ide bawaan
Karena kesaksian apa pun dari luar tidak dapar
dipercayai, maka menurut Descartes saya mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam
diri saya dangan menggunakan norma tadi. Kalau metode dilangsungkan
demikian,apakah hasilnya? Descartes berpendapat bahwa dalam diri saya terutama
dapat ditemukan tiga “ide bawaan” (Inggris: innate ideas).[17]
Ketiga ini yang sudah ada dalam diri saya sejak saya lahir msing-masing ialah
pemikiran, Tuhan, dan keluasan.
a. Pemikiran
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk
yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
b. Tuhan sebagai wujud yang sama sekali sempurna
Karena saya mempunyai ide sempurna,
mesti ada suatu penyebab sempuna untuk ide itu karena akibat tidak bisa
melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Tuhan.
c. Keluasan
Materi
sebagai keluasan atau ekstensi ( extension ), sebagaimana hal itu
dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.[18]
3. Substansi
Descartes menyimpulkan bahwa selain Tuhan, ada
dua subtansi: Pertama, jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua,
materi yang hakikatny adalah keluasan. Akan tetapi, karena Descartes telah
menyangsikan adanya dunia di luar aku, ia mengalami banyak kesulitan untuk
memebuktikan keberadaannya. Bagi Descartes, satu-satunya alasan untuk menerima
adanya dunia materiil ialah bahwa Tuhan akan menipu saya kalau sekiranya ia
memberi saya ide keluasan, sedangkan di luar tidak ada sesuatu pun yang
sesuai dengannya. Dengan dmikian, keberadaan yang sempurna yang ada di luar
saya tidak akan menemui saya, artinya ada dunia materiil lain yang
keberadaannya tidak diragukan, bahkan sempurna.[19]
4. Manusia
Descartes memandang manusia sebagai makhluk
dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa adalah
pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya, tubuh tidak lain dari suatu
mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap substansi yang satu sama sekali
terpisah dari substansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes menganut suatu
dualisme tentang manusia. Itulah sebabnya, Descartes mempunyai banyak kesulitan
untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas
tubuh. Satu kali ia mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan jiwa berlangsung
dalam grandula pinealis ( sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah
otak kecil). Akan tetapi, akhirnya pemecahn ini tidak memadai bagi Descartes
sendiri.[20]
D. Analisa terhadap Rene Descartes
1. Pujian atau dukungan terhadap Rene Descartes
Bertrand Russell dalam bukunya Sejarah
Filsafat Barat mengatakan bahwasanay Descartes pantas menyandang gelar The Founder of Modern Philosophy atau Bapak Filsafat Modern. Gelar itu
diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang
membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan
oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan
yang menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan
bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta
bukan yang lainnya.[21]
Bertnand Russell juga mengatakan bahwa
Descartes adalah orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis tinggi dan
sangat dipengaruhi oleh fisika dan astronomi baru. Ada sebuah kesegaran dalam
pemikirannya yang tidak ditemukan dalam pemikiran filsuf ternama sebelumnya
semenjak Plato. Wataknya baik dan tidak suka menonjolkan keilmuannya, layaknya
orang-orang pintar di dunia, bukannya seperti seorang murid. Wataknya ini luar
biasa sempurna. Sangat beruntunglah filsafat modern karena pionirnya mempunyai
cita rasa sastra yang mengagumkan.[22](Bertand
Russell)
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada abad
pertengahan, yang tergambar dalam ungkapan credo ut intelligam[23]
dari Anselmus itu, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang
berbeda dari pendapat tokoh gereja. Apakah ada filsuf yang mampu dan berani
menyelamatkan filsafat yang dicengkram oleh iman abad pertengahan itu? Tokoh
itu adalah Rene Descartes.[24]
2. Kritik terhadap Rene Descartes
Penganut empirisme begitu kecewa dengan
rasionalisme, karena telah menghinakan empirisme, sementara rasionalisme
meyakini bahwa kebenaran itu berpusat pada kepastian tentang pikiran diri
sendiri, sementara salah satu diri sendiri adalah fungsi-fungdi indrawi,yang
berhubungan juga dengan empirisme. Dalam kasus ini, Immanuel Kant mengkritik
habis-habisan, karena semuanya menunjukkan bahwa rasionalisme murni berpijak
atas dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang goyah sehingga Cogito ergo sum
tidak lagi dianggap titik tolak yang memadai.[25]
3. Analisa penulis terhadap Rene Descartes
Rene
Descartes menurut penulis, merupakan seorang filsuf zaman modern yang
memberikan trobosan, alternatif, dan logika baru dalam bidang filsafat.
Descartes telah berhasil memberikan fondasi kepastian bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, sebuah dasar yang belum pernah ditemukan oleh para pendahulunya.
Salah satunya yaitu bahwa filsafat pada masa lampau teerlalu mudah memasukkan
penalaran yang bisa-jadi-benar (belum tentu benar) ke dalam khazanah
penalaran yang sebenarnya dikhususkan bagi penalaran yang pasti. Oleh karena
itu Descartes menyatakan aturan umum dalam logika dalam bukunya Discourse
bahwasanya tidak boleh menerima hal apa saja sebagai hal yang benar jika tidak
mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.
Oleh karena itu semua, penulis mengatakan
bahwa Descartes pantas menyandang gelar The Founder of the Modern Philosophy
karena dialah pencetus rasionalisme yang lebih mengunakan akal yang mana
sebelumnya mereka masih takut akan dogma-dogma gereja.
E. Epistemologi Pemikiran Rene Descartes
Epistemologi merupakan pembicaraan mengenai
bagaimana sebuah ilmu pengetahuan diperoleh. Dalam perjalanannya mencari
kepastian, Descartes telah menemukan metode tersendiri. Yaitu dengan cara
meragukan semua yang dapat diragukan. Kesangsian ini dijalankan seradikal
mungkin. Ia meragukan segala ilmu dan hasil-hasilnya seperti adanya kosmos
fisik, termasuk badannya, dan bahkan adanya Tuhan. Beberapa alasan yang
dikemukakan untuk mendukung keragu-raguannya ini adalah kemungkinan kekeliruan
panca indra, kemungkinan ia sedang mimpi, dan adanya demon jahat penipu. Ia
seolah-olah bersikap sebagai seoarang skeptikus. Dan, memang pada saat itu,
ajaran skeptisisme, sebagaimana dikenal dalam karya Sextus Empirious,
agak menjadi populer.[26]
Menurut Descartes, untuk dapat memulai sesuatu yang baru, ia harus memiliki
suatu pangkal pemikiran yang pasti. Pangkal yang pasti itu dapat ditemukan
lewat keragu-raguan.[27]
Ciri utama dari filsafatnya adalah penekanan yang ia
sangat menggarisbawahi pada kenyataan bahwa satu hal kita sebagai manusia
seluruhnya dapat merasa seyakin-yakinnya, --bahkan oleh orang yang mengalami
keraguan yang amat sekalipun—adalah “keberadaan dirinya sendiri”. Cogito, Ergo
sum ( I think, therfore I am ). Seluruh sistem filsafatnya disusun untuk
menghindarkan atau menjauhkan diri dari sifat ragu-ragu yang ditimbulkan dari
dirinya sendiri. Sistem filsafatnya dipersembahkan untuk menguji bagaimana
sesungguhnya seseorang dapat memahami segala apa yang ada di luar dirinya (outside);
bagaimana membangun kembali fondasi yang kokoh untuk sebuah keyakinann yang
dapat dipertanggungjawabkan tentang hal-hal yang ada pada dunia di luar fondasi
yang kokoh untuk kepercayaan terhadap adanya Tuhan.[28] Dia
juga menunut bahwa kepercayaan kita sesungguhnya dimulai dari –seperti yang
biasa berjaln dalam sistem berfikir deduktif dalam wilayah matematika—dari
premis-premis aksiomatik tertentu, yang secara intuitif bersifat “pasti”, dan
dari sana secara perlahan-lahan –lewat pengambilan kesimpulan deduktif-- ke arah kesimpulan-kesimpuln yang dapat
dibuktikan secara meyakinkan dan kokoh.[29]
F. Ontologi Rene Descartes ( substansi-atribut-modus)
Descartes telah mencari hakikat sesuatu, akan tetapi agar
hakikat segala sesuatu dapat ditentukan dipergunakan pengertian-pengertian
tertentu, yaitu substansi, atribu atau sifat dasar, dan modus.[30]
Yang disebut substansi adalah apa yang berada sedemikian
rupa, sehingga tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Substansi yang
dipkirkan seperti itusebenarnya hanya ada satu yaitu Tuhan. Segala sesuatu yang
lain hanay dapat dipikirkan sebagai
berada dengan pertolongan tuhan. Jadi sebutan substansi sebenarnya tidak dapat
dngan cara yang sama diberikan Tuhan dan kepada hal-hal lain. Hal-hal bendawi
dan rohani yang diciptakan memang dapat juga dimasukkan ke dalam pengertian
substansi itu, dan dalam prakteknya Descartes memasukkan jiwa dan materi dalam
pengertian substansi juga.
Yang disebut atribut adalah sifat asasi. Tiap substansi
memiliki sifat asasinya sendiri, yang menentukan hakikat substansi itu. Sifat
asasi ini mutlak perludan tidak dapat ditiadakan. Sifat asasi ini adanya
diadakan oleh segala sifat yang lain.
Yang diebut modus (jamak dari modi) adalah segala sifat substansi
yang tidak mutlak perlu dan yang dapat berubah.
Jelas dan teranglah sekarang bahwa segala substansi
bendawi memiliki sebagai atribut atau sifat asasi; keluasan, dan memiliki
sebagai modi; bentuk dan besarnya yang lahiriyah serta gerak dan perhentiannya.
Dengan demikian segala benda tidk memiliki ketentuanyng kualitatif, yang
menunjukkan kualitas atau mutunya. Seluruh realitas bendawi dihisabkan kedalam
kuantitas atau bilangan. Oleh karena itu segala hal yang bersifat bendawi pada
hakikatnya adalah sama. Perbedaan-perbedaannya bukan mewujudkan hal yang asai,
melainkan hanya tambahan saja.
Jelas juga bahwa roh dan jiwa memiliki sebagai sifat
asasi; pemikiran, dam memiliki sebagai modinya; pikiran-pikiran
individual,gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh pada jiwa
pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang
asasi benda adalah keluasan. Roh dapat dipikirkan dengan jelasdan
terpilah-pilah,tanpa memerlukan sifat asasi benda. Oleh karena itu secara apriori
tiada kemungkinan yang satu mepengaruhi yang lain, sekalipun dalam praktek
tamak ada pengaruhnya.[31]
BAB III
KESIMPULAN
Rene Decartes
merupakan tokoh filsafat yang menganut paham rasinalisme yang menganggap bahwa
akal adalah alat terpenting untuk memeperoleh pengetahuan. Dan menganggap bahwa
pengetahuan indra dianggap sering menyesatkan. Lahir tahun 1596 M dan meninggal
tahun 1650 M. Ia adalah anak ketiga dari seorang anggota parlemen inggris.
Merupakan orang yang taat mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi
beliau juga menganut bid’ah-bid’ah Galileo yang pada waktu itu masih ditentang
oleh tokoh-tokoh gereja. Belajar di College Des Jesuites La Fleche dari tahun
1604 – 1612 M. Beliau memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin
dan Yunani, bahasa Perancis, musik dan akting. Disamping beliau juga belajar
tentang filsafat, matematika, fisika, dan logika. Bahkan, beliau mendapat
pengetahuan tentang logika Aristoteles, etika Nichomacus, astronomi, dan ajaran
metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. Dalam pendidikannya Descartes
merasakan beberapa kebingungan dalam memahami berbagai aliran dalam filafat yang
saling berlawanan. Dan pernah masuk tantara Belanda dan Bavaria. Dan akhirnya
ia meninggal di Swedia tahun 1650 M setelah menerima panggilan Ratu Christine
yang ingin belajar kepada dirinya.
Dalam pernyataanyang ia katakan Cogito ergo sum,
ia menyatakan bahwa sumber keyakinan itu berasal dari keragu-raguan. Maka dari
itu dalam epistemologinya Descartes dengan menggunakan metode analitis dan
dengan pendekatan filsafat rasional yang mendahulukan akal ia mengatakan bahwa
“ aku berfikir maka aku ada”. Dimulai dengan meragukan apa yang ada, segalanya,
akan tetapi ia tidak dapat memungkiri bahwa dirinya yag sedang berfikitr tidak
dapat diragukan. Maka dia mengatakan aku berfikir, maka aku ada.
Dalam ontologinya Descartes juga mengatakan bahwa agar
hakikat segala sesuatu dapat ditentukan dipergunakan pengertian-pengertian
tertentu, yaitu substansi, atribut atau sifat dasar, dan modus. Subtansi merupakan apa yang berada sedemikian
rupa sehingga tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada ,yaitu Tuhan.
Atribut adalah sifat asasi mutlak perlu dan tidak dapat ditiadakan,yaitu
pemikiran. Pemikiran adalah perbuatan jiwa berdasarkan hakekatnya sendiri,
bebas dari pada tubuh. Sedangkan modus adalah sifat-sifat substansi yang tidak
mutlak perlu dan yang dapat diubah-ubah,yaitu
pikiran- pikiran individual. Dengan itu ia mengatak jelas bahwa roh dan jiwa memiliki
sebagai sifat asasi; pemikiran, dam memiliki sebagai modinya; pikiran-pikiran
individual,gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh pada jiwa
pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang
asasi benda adalah keluasan.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat
Umum; dari Metodologi sampai Teofilosofi. . 2008. Bandung: Pustaka Setia.
Bertebs , K.
,. Ringkasan Sejarah Filsafat, 1975. Yogyakarta: Kanisius.
Bakker, Anton., Metode-Metode Filsafat. 1986. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudarsono. Ilmu Filsafat; suatu pengantar. 2008.
Jakarta: Rineka Cipta.
Zubaedi. Filsafat Barat; Dari logika baru
Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun. 2010. Yogyakarta: Arruzz Media.
Russell, Bertnand. Sejarah Filsafat Barat. 2002.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, Amin. 2006. Islamic Studies di
Perguruan Tinggi,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum.1990. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
[1] Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika
baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz
Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1986) hlm.68.
[2] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008) hlm.248 diambil dari (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 :
107).
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm.129.
[4] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat
Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.733.
[5] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat
Barat, hlm.734.
[6] Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika
baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz
Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Bertnand Russell, History of Western
Philosophy, vol.1 (London : George Allen and UnminLtd, 1961), hlm.542.
[7] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat
Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008)
hlm.249 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 62-63)
[8] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat
Umum ...hlm.249.
[9] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat
Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.735.
[10] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta
: Ghalia Indonesia, 1986), hlm.71.
[11] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, hlm.71.
[12] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat
Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008)
hlm.250.
[13]K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm.48.
[14] Diterjemahkan secara harfiah, perkataan
Latin “cogito ergo sum” berarti “saya berfikir,jadi saya ada”. Tetapi
yang dimaksudkan Descartes dengan “berfikir” ialah “menyadari”. Jika saya
sangsikan, saya menyadari bahwa saya sangsikan. Kesangsian secara langsung
menyatakan adanya saya. Dalam filsafat modern kata cogito sering kali
digunakan dalam arti “kesadaran”.( K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, hlm.49).
[15] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,
( Yogyakarta: Kanisius, 2011),hlm.49.
[16] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm.132.
[17] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
[18] K. Bertens, Ringkasan Sejarah
Filsafat, ( Yogyakarta: Kanisius, 2011),hlm.49.
[19] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
[20] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
[21] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat
Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.732
[22] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat
Barat, hlm. 733
[23] Keyakinan tokoh Gereja bahwa dasar
filsafat haruslah iman.( Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT
Remaja rosdakarya, 1990 ) hlm.129.
[24] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung :
Pustaka Setia, 2008) hlm.258 diambil dari ( Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 :
107).
[25] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum...hlm.257 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 :
68 ).
[26] Zubaedi, Filsafat Barat; Dari logika
baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta:
Arruzz Media, 2010 ) hlm.20.
[27] Zubaedi, Filsafat Barat...hlm.21
dikutip dari Harun hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (
Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm.20.
[28] Amin Abdullah, Islamic Studies di
Perguruan Tinggi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.120 diambil dari
Frederick Copleston, S. J. A History
of Philosophy, Vol.IV (London: Search Press, 1985).
[29] Amin
Abdullah, Islamic Studies...hlm.121 ( Kritik dan komentar terhadap
konsepsi pemikiran Descartes, lebih lanjut lihat Richard J. Bernstein,
Beyond Objectivism and Relativism: Science Hermeneutik and Praxis (Philadelphia:
University of Pennsylvania Press, 1983 ), khususnya bab I.
[30] Sudarsono, Ilmu Filsafat; suatu
pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.315.
[31] Sudarsono, Ilmu Filsafat; suatu
pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.316 dikutip dari DR. Harun
Hadiwijono; Sari Sejarah Filsafat Barat, 2h :23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar