Sabtu, 29 Desember 2012

Tokoh Filsafat Modern Rene Descartes ( Cogito Ergo Sum)


BAB I
PENDAHULUAN

Rene Descartes dinggap sebagai Bapak aliran filsafat pada zaman modern. Disamping seorang tokoh rasionalime, Descartes pun merupakan seorang filsuf yang ajaran filsafatnya sangat populer, kerna pndangannya yang tidak pernah goyah, tentang kebenaran tertinggi berada pada akal atau rasio manusia. Rene Descartes seorang filsuf yang tidak puas dengan filsafat Skolastik yang pandangan-pandangannya saling bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh miskinya metode berfikir yang tepat. Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu, jelas ia sedang berfikir. Sebab, yang sedang berfikir itu tentu ada dan jelas terang-benderang.Cogito ergo sum (saya berfikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang paa kebenaran. Yang benar hanyalah tindakan akal yang terang benderangyang disebutnya Ideas Claires el Distinces (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang ini pemberian tuhan sebelum orang dilahirkan (ida inate : ide bawaan). Sebagai pemberian Tuhan, maka tak mungkin tak benar.
Kerasionalan dalam berfikir Descartes membuat saya tertarik untuk mengkaji tokoh ini (Descartes). Begitu juga tentang metode cara menemukan kepastian yag ia kemukakan dalam ungkapan Cogito rgo sum ( saya berfikir, maka saya ada). Selain itu juga tentang pendapat Descares yang mengatakan bahwa roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan.
Makalah ini akan membahas beberapa pokok masalah yang terkandung di dalamnya. Diantaranya adalah biografi dari Rene Descrtes itu sendiri. Dari kelahiranya, riwayat pendidikannya, dan kondisi keluarganya, serta karya-karya monumental dari Rene Descartes itu sendiri. Kemudian pokok-pokok pemikiran beliau serta metode dan pendekatan apa yang ia pakai dalam pemikirannya tersebut. Makalah ini juga membahas tentang analisa tokoh mulai dari dukungan atas tokoh, kritik atas pemikiran tokoh, serta analisa penulis sendiri mengenai Decartes sendiri. Pembahasan berikutnya adalah mengenai epistemologi atau cara memperoleh pengetahuan yang ditawarkan Descartes dan begitu juga ontologi Descartes.
Menenai makalah tujuan dari makalah ini dibuat adalah yang petama kali merupakan sebagai tugas akhir semester dari mata kuliah Filsafat Ilmu dan Logika. Untuk seterusnya penulis mengharapkan dengan terselesaikannya makalah ini, pembaca dapat mengetahui lebih dalam siapa itu Rene Descartes, apa saja pemikirannya, epistemologi Decartes dalam mencari kepastian , juga ontologi Descartes.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi
Rene Descartes lahir di kota La Haye Totiraine, Perancis pada tanggal 31 Maret tahun 1596 M.  Dalam literatur berbahasa latin dia dikenal dengan Renatus Cartesius. Rene Descartes selain merupakan seorang filosof, dia juga seorang matematikawan Perancis. Beliau meninggal pada tanggal 11 februari 1650 M di Swedia di usia 54 tahun[1]. Kemudian  jenazahnya dipindah  ke Perancis pada tahun 1667 M dan tengkoraknya disimpan di Museum D’historie Naturelle di Paris.
Rene Descartes dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertnand Russel, memang benar. Gelar itu diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan yang lainnya[2].
Corak pemikiran yang rasional merupakan sebuah kontribusi pemikiran yang ia berikan kepada dunia. Selain itu, ada beberapa kontribusi berupa karya-karya buku. Karya-karyanya yang terpenting dalam bidang filsafat murni dintaranya Dicours de la Methode (1637) yang menguraikan tentang metode. Selain itu juga ada Meditations de Prima Philosophia (1642), sebuah buku yang menguraikan tentang meditasi-meditasi tentang filsafat pertama. Di dalam kedua buku inilah Descartes menuangan metodenya yang terknal itu, metode Cogito ero sum, metode keraguan Descartes.[3]
Rene Descates merupakan anak ketiga dari seorang anggota Parlemen Inggris yang memiliki tanah yang cukup luas. Ketika beliau mewarisinya setelah ayahnya meninggal, beliau menjual tanah warian tersebut dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun[4]. Pada tahun 1612 M, beliau pidah ke Perancis. Beliau merupakan orang yang taat mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi beliau juga menganut bid’ah-bid’ah Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh gereja. Terbukti dalam bukunya La Monde yang mana beliau memaparkan di dalamnya dua pemikiran bid’ah : Rotasi bumi dan keterhinggaan alam semesta[5]. Dari tahun 1629 M sampai 1649 M, beliau menetap di Belanda.
Pendidikan pertama Descartes diperoleh dari College Des Jesuites La Fleche dari tahun 1604 – 1612 M. Beliau memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan Yunani, bahasa Perancis, musik dan akting. Disamping beliau juga belajar tentang filsafat, matematika, fisika, dan logika[6]. Bahkan, beliau mendapat pengetahuan tentang logika Aristoteles, etika Nichomacus, astronomi, dan ajaran metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. Dalam pendidikannya Descartes merasakan beberapa kebingungan dalam memahami berbagai aliran dalam filafat yang saling berlawanan.
Pada tahun 1612 M, Descartes pergi ke Paris dan di sana beliau mendapatkan kehidupan sosial yang menjemukan yang akhirnya beliau mengasingkan diri ke Faobourg Sain German untuk mengerjakan ilmu ukur. Kemudian pada tahun 1617 M, Descartes masuk ke dalam tentara  Belanda. Selama dua tahun, beliau mengalami suasana damai dan tentram di negeri kincir angin ini, sehingga beliau dapat menjalani renungan fisafatnya. Pada tahun 1619 M, Descartes bergabung dengan tentata Bavaria. Selama musim dingin antara tahun 1619 – 1620 M, di kota ini, beliau mendapatkan pengalaman, yang kemudian dituangkan dalam buku pertamanya Discours de la Methode. Salah satu pengalaman yang unik adalah tentang mimpi yang dialami sebanyak tiga kali dalam satu malam, yang dilukiskan oleh sebagian penulis bagaikan ilham dari Tuhan.[7]
Pada tahun 1621 M, Descartes berhenti dari medan perang dan setelah berkelana ke Italia, lalu beliau menetap di Paris (1625 M.). Tiga tahun kemudian, beliu kembali masuk tentara, tetapi tidak lama beliau keluar lagi. Dan akhirnya beliau memutuskan untuk menetap di Belanda. Di sinilah Descartes menetap selama 20 tahun (1629 – 1649 M.) dalam iklim kebebasan berfikir. Di negeri sinilah beliau dengan leluasa menyusun karya-karyanya di bidang ilmu dan filsafat[8].
Descartes menghabiskan masa hidupnya di Swedia tatkala beliau memenuhi undangan Ratu Christine yang menginginkan pelajaan-pelajaran dari Descartes. Salah satunya Ratu Christine ingin mempelajari filsafat Decartes. Pelajaran-pelajaran yang diharusakn diajarkan setiap jam lima pagi menyebabkan Descartes jatuh sakit radang paru-paru yang menjemput ajalnya pada tahun 1650 M, sebelum sempat beliau menikah. Tetapi Descartes mempunyai seorang anak perempuan kandung yang meninggal pada umur lima tahun; ini, katanya, merupakan kesedihan yang paling mendalam selama hidupnya[9].

B.     Metode dan Pendekatan Pemikiran Descartes
Dalam pemikiran Descartes Cogito Ergo Sum yang berarti aku berfikir maka aku ada, beliau menggunakan metode analistis kristis melalui keraguan (skeptis) dengan penyangsian. Yaitu dengan menyangsikan atau meragukan segala apa yang bisa diragukan. Descartes sendiri menyebutnya metode analitis. Descartes juga menegaskan metode lain: empirisme rasionil[10]. Metode itu mengintregasikan segala keuntungan dari logika, analisa geometris, dan aljabar. Yang di maksud analisa geometris adalah ilmu yang menyatukan semua disiplin ilmu yang dikumpulkan dalam nama “ilmu pasti”[11].
Mengenai pendekatan yang digunakan Descartes dalam menganalisa pemikirannya, sudah kelihatan jelas bahwa beliau menggunakan pendekatan filsafat yang mana menganut paham rasionalisme yang sangat mengedepankan akal.
Dapat dipahami bahwasanya Rene Descartes dalam “Cogito Ergo Sum”nya menggunakan metode analitis tentang penyangsian dan dengan menggunakan pendekatan filsafat yang rasional.

C.     Pokok-Pokok Pemikiran
1.      Cogito ergo sum
Cogito Ergo Sum atau yang lebih dikenal dengan “aku berfikir maka aku ada” merupakan sebuah pemikiran yang ia hasilkan melalui sebuah meditasi keraguan yang mana pada awalnya Descartes digelisahkan oleh ketidakpastian pemikiran Skolastik dalam menghadapi hasil-hasil ilmu positif renaissance. Oleh karena itu untuk memperoleh kebenaran pasti Descartes memepunyai metode sendiri. Itu terjadi karena Descartes berpendapat bahwa dalam mempelajari filsafat diperlukan metode tersendiri agar hasil-hasilnya benar-benar logis.[12]
Cogito dimulai dari metode penyangsian. Metode penyangsian ini dijalankan seradikal mungkin. Oleh karenanya kesangsian ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang dimiliki, termasuk juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggap pasti (misalnya bahwa ada suatu dunia material, bahwa saya mempunyai tubuh, bahwa tuhan ada).[13] Kalau terdapat suatu kebenaran yang tahan dalam kasangsian yang radikal itu, maka itulah kebenaran yang sama sekali pasti dan harus dijadikan fundamen bagi seluruh ilmu pengetahuan. Dan Descartes tidak dapat meragukan bahwa ia sedang berfikir. Maka, Cogito ergo sum: saya yang sedang menyangsikan,ada[14]. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal, betapa pun besar usahaku.
Apa sebab kebenaran ini bersifat sama sekali pasti? Karena saya mengerti itu dengan jelas dan terpilah-pilah (Inggris: clearly and distinctly). Jadi, hanya yang saya mengerti dengan jelas dan terpilah-pilah harus diterima sebagai benar. Itulah norma untuk menentukan kebenaran.[15]
Text Box: Jadi, saya berfikir, ada ( Cogito ergo sum).Text Box: Saya ragu karena saya berfikirText Box: Saya sedang ragu: adaText Box: Ilmu pasti: tidak adaText Box: Benda indrawi: tidak adaCogito Ergo sum, aku berfikir, jadi aku ada. Tahapan metode Descartes itu dapat diringkas sebagai berikut[16]:


















 




2.      Ide-ide bawaan
Karena kesaksian apa pun dari luar tidak dapar dipercayai, maka menurut Descartes saya mesti mencari kebenaran-kebenaran dalam diri saya dangan menggunakan norma tadi. Kalau metode dilangsungkan demikian,apakah hasilnya? Descartes berpendapat bahwa dalam diri saya terutama dapat ditemukan tiga “ide bawaan” (Inggris: innate ideas).[17] Ketiga ini yang sudah ada dalam diri saya sejak saya lahir msing-masing ialah pemikiran, Tuhan, dan keluasan.
a.       Pemikiran
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berfikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.

b.      Tuhan sebagai wujud yang sama sekali sempurna
      Karena saya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempuna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Tuhan.

c.       Keluasan
 Materi sebagai keluasan atau ekstensi ( extension ), sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.[18]

3.      Substansi
Descartes menyimpulkan bahwa selain Tuhan, ada dua subtansi: Pertama, jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua, materi yang hakikatny adalah keluasan. Akan tetapi, karena Descartes telah menyangsikan adanya dunia di luar aku, ia mengalami banyak kesulitan untuk memebuktikan keberadaannya. Bagi Descartes, satu-satunya alasan untuk menerima adanya dunia materiil ialah bahwa Tuhan akan menipu saya kalau sekiranya ia memberi saya ide keluasan, sedangkan di luar tidak ada sesuatu pun yang sesuai dengannya. Dengan dmikian, keberadaan yang sempurna yang ada di luar saya tidak akan menemui saya, artinya ada dunia materiil lain yang keberadaannya tidak diragukan, bahkan sempurna.[19]

4.      Manusia
Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya, tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap substansi yang satu sama sekali terpisah dari substansi yang lain, sudah nyata bahwa Descartes menganut suatu dualisme tentang manusia. Itulah sebabnya, Descartes mempunyai banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh. Satu kali ia mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan jiwa berlangsung dalam grandula pinealis ( sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil). Akan tetapi, akhirnya pemecahn ini tidak memadai bagi Descartes sendiri.[20]

D.    Analisa terhadap Rene Descartes
1.      Pujian atau dukungan terhadap Rene Descartes
Bertrand Russell dalam bukunya Sejarah Filsafat Barat mengatakan bahwasanay Descartes pantas menyandang gelar The Founder of Modern Philosophy atau Bapak Filsafat Modern. Gelar itu diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern yang membangun filsafat yang berdiri atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan rasional. Dialah orang pertama pada akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat yang dictinct, yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat adalah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat, serta bukan yang lainnya.[21]
Bertnand Russell juga mengatakan bahwa Descartes adalah orang pertama yang memiliki kapasitas filosofis tinggi dan sangat dipengaruhi oleh fisika dan astronomi baru. Ada sebuah kesegaran dalam pemikirannya yang tidak ditemukan dalam pemikiran filsuf ternama sebelumnya semenjak Plato. Wataknya baik dan tidak suka menonjolkan keilmuannya, layaknya orang-orang pintar di dunia, bukannya seperti seorang murid. Wataknya ini luar biasa sempurna. Sangat beruntunglah filsafat modern karena pionirnya mempunyai cita rasa sastra yang mengagumkan.[22](Bertand Russell)
Pengaruh keimanan yang begitu kuat pada abad pertengahan, yang tergambar dalam ungkapan credo ut intelligam[23] dari Anselmus itu, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran yang berbeda dari pendapat tokoh gereja. Apakah ada filsuf yang mampu dan berani menyelamatkan filsafat yang dicengkram oleh iman abad pertengahan itu? Tokoh itu adalah Rene Descartes.[24]

2.      Kritik terhadap Rene Descartes
Penganut empirisme begitu kecewa dengan rasionalisme, karena telah menghinakan empirisme, sementara rasionalisme meyakini bahwa kebenaran itu berpusat pada kepastian tentang pikiran diri sendiri, sementara salah satu diri sendiri adalah fungsi-fungdi indrawi,yang berhubungan juga dengan empirisme. Dalam kasus ini, Immanuel Kant mengkritik habis-habisan, karena semuanya menunjukkan bahwa rasionalisme murni berpijak atas dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang goyah sehingga Cogito ergo sum tidak lagi dianggap titik tolak yang memadai.[25]

3.      Analisa penulis terhadap Rene Descartes
   Rene Descartes menurut penulis, merupakan seorang filsuf zaman modern yang memberikan trobosan, alternatif, dan logika baru dalam bidang filsafat. Descartes telah berhasil memberikan fondasi kepastian bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sebuah dasar yang belum pernah ditemukan oleh para pendahulunya. Salah satunya yaitu bahwa filsafat pada masa lampau teerlalu mudah memasukkan penalaran yang bisa-jadi-benar (belum tentu benar) ke dalam khazanah penalaran yang sebenarnya dikhususkan bagi penalaran yang pasti. Oleh karena itu Descartes menyatakan aturan umum dalam logika dalam bukunya Discourse bahwasanya tidak boleh menerima hal apa saja sebagai hal yang benar jika tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya.
Oleh karena itu semua, penulis mengatakan bahwa Descartes pantas menyandang gelar The Founder of the Modern Philosophy karena dialah pencetus rasionalisme yang lebih mengunakan akal yang mana sebelumnya mereka masih takut akan dogma-dogma gereja.

E.     Epistemologi Pemikiran Rene Descartes
Epistemologi merupakan pembicaraan mengenai bagaimana sebuah ilmu pengetahuan diperoleh. Dalam perjalanannya mencari kepastian, Descartes telah menemukan metode tersendiri. Yaitu dengan cara meragukan semua yang dapat diragukan. Kesangsian ini dijalankan seradikal mungkin. Ia meragukan segala ilmu dan hasil-hasilnya seperti adanya kosmos fisik, termasuk badannya, dan bahkan adanya Tuhan. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk mendukung keragu-raguannya ini adalah kemungkinan kekeliruan panca indra, kemungkinan ia sedang mimpi, dan adanya demon jahat penipu. Ia seolah-olah bersikap sebagai seoarang skeptikus. Dan, memang pada saat itu, ajaran skeptisisme, sebagaimana dikenal dalam karya Sextus Empirious, agak menjadi populer.[26] Menurut Descartes, untuk dapat memulai sesuatu yang baru, ia harus memiliki suatu pangkal pemikiran yang pasti. Pangkal yang pasti itu dapat ditemukan lewat keragu-raguan.[27]
Ciri utama dari filsafatnya adalah penekanan yang ia sangat menggarisbawahi pada kenyataan bahwa satu hal kita sebagai manusia seluruhnya dapat merasa seyakin-yakinnya, --bahkan oleh orang yang mengalami keraguan yang amat sekalipun—adalah “keberadaan dirinya sendiri”. Cogito, Ergo sum ( I think, therfore I am ). Seluruh sistem filsafatnya disusun untuk menghindarkan atau menjauhkan diri dari sifat ragu-ragu yang ditimbulkan dari dirinya sendiri. Sistem filsafatnya dipersembahkan untuk menguji bagaimana sesungguhnya seseorang dapat memahami segala apa yang ada di luar dirinya (outside); bagaimana membangun kembali fondasi yang kokoh untuk sebuah keyakinann yang dapat dipertanggungjawabkan tentang hal-hal yang ada pada dunia di luar fondasi yang kokoh untuk kepercayaan terhadap adanya Tuhan.[28] Dia juga menunut bahwa kepercayaan kita sesungguhnya dimulai dari –seperti yang biasa berjaln dalam sistem berfikir deduktif dalam wilayah matematika—dari premis-premis aksiomatik tertentu, yang secara intuitif bersifat “pasti”, dan dari sana secara perlahan-lahan –lewat pengambilan kesimpulan deduktif--  ke arah kesimpulan-kesimpuln yang dapat dibuktikan secara meyakinkan dan kokoh.[29]
F.      Ontologi Rene Descartes ( substansi-atribut-modus)
Descartes telah mencari hakikat sesuatu, akan tetapi agar hakikat segala sesuatu dapat ditentukan dipergunakan pengertian-pengertian tertentu, yaitu substansi, atribu atau sifat dasar, dan modus.[30]
Yang disebut substansi adalah apa yang berada sedemikian rupa, sehingga tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada. Substansi yang dipkirkan seperti itusebenarnya hanya ada satu yaitu Tuhan. Segala sesuatu yang lain hanay dapat  dipikirkan sebagai berada dengan pertolongan tuhan. Jadi sebutan substansi sebenarnya tidak dapat dngan cara yang sama diberikan Tuhan dan kepada hal-hal lain. Hal-hal bendawi dan rohani yang diciptakan memang dapat juga dimasukkan ke dalam pengertian substansi itu, dan dalam prakteknya Descartes memasukkan jiwa dan materi dalam pengertian substansi juga.
Yang disebut atribut adalah sifat asasi. Tiap substansi memiliki sifat asasinya sendiri, yang menentukan hakikat substansi itu. Sifat asasi ini mutlak perludan tidak dapat ditiadakan. Sifat asasi ini adanya diadakan oleh segala sifat yang lain.
Yang diebut modus (jamak dari modi) adalah segala sifat substansi yang tidak mutlak perlu dan yang dapat berubah.
Jelas dan teranglah sekarang bahwa segala substansi bendawi memiliki sebagai atribut atau sifat asasi; keluasan, dan memiliki sebagai modi; bentuk dan besarnya yang lahiriyah serta gerak dan perhentiannya. Dengan demikian segala benda tidk memiliki ketentuanyng kualitatif, yang menunjukkan kualitas atau mutunya. Seluruh realitas bendawi dihisabkan kedalam kuantitas atau bilangan. Oleh karena itu segala hal yang bersifat bendawi pada hakikatnya adalah sama. Perbedaan-perbedaannya bukan mewujudkan hal yang asai, melainkan hanya tambahan saja.
Jelas juga bahwa roh dan jiwa memiliki sebagai sifat asasi; pemikiran, dam memiliki sebagai modinya; pikiran-pikiran individual,gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan. Roh dapat dipikirkan dengan jelasdan terpilah-pilah,tanpa memerlukan sifat asasi benda. Oleh karena itu secara apriori tiada kemungkinan yang satu mepengaruhi yang lain, sekalipun dalam praktek tamak ada pengaruhnya.[31]






















BAB III
KESIMPULAN
 Rene Decartes merupakan tokoh filsafat yang menganut paham rasinalisme yang menganggap bahwa akal adalah alat terpenting untuk memeperoleh pengetahuan. Dan menganggap bahwa pengetahuan indra dianggap sering menyesatkan. Lahir tahun 1596 M dan meninggal tahun 1650 M. Ia adalah anak ketiga dari seorang anggota parlemen inggris. Merupakan orang yang taat mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi beliau juga menganut bid’ah-bid’ah Galileo yang pada waktu itu masih ditentang oleh tokoh-tokoh gereja. Belajar di College Des Jesuites La Fleche dari tahun 1604 – 1612 M. Beliau memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan Yunani, bahasa Perancis, musik dan akting. Disamping beliau juga belajar tentang filsafat, matematika, fisika, dan logika. Bahkan, beliau mendapat pengetahuan tentang logika Aristoteles, etika Nichomacus, astronomi, dan ajaran metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. Dalam pendidikannya Descartes merasakan beberapa kebingungan dalam memahami berbagai aliran dalam filafat yang saling berlawanan. Dan pernah masuk tantara Belanda dan Bavaria. Dan akhirnya ia meninggal di Swedia tahun 1650 M setelah menerima panggilan Ratu Christine yang ingin belajar kepada dirinya.
Dalam pernyataanyang ia katakan Cogito ergo sum, ia menyatakan bahwa sumber keyakinan itu berasal dari keragu-raguan. Maka dari itu dalam epistemologinya Descartes dengan menggunakan metode analitis dan dengan pendekatan filsafat rasional yang mendahulukan akal ia mengatakan bahwa “ aku berfikir maka aku ada”. Dimulai dengan meragukan apa yang ada, segalanya, akan tetapi ia tidak dapat memungkiri bahwa dirinya yag sedang berfikitr tidak dapat diragukan. Maka dia mengatakan aku berfikir, maka aku ada.
Dalam ontologinya Descartes juga mengatakan bahwa agar hakikat segala sesuatu dapat ditentukan dipergunakan pengertian-pengertian tertentu, yaitu substansi, atribut atau sifat dasar, dan modus. Subtansi merupakan apa yang berada sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan sesuatu yang lain untuk berada ,yaitu Tuhan. Atribut adalah sifat asasi mutlak perlu dan tidak dapat ditiadakan,yaitu pemikiran. Pemikiran adalah perbuatan jiwa berdasarkan hakekatnya sendiri, bebas dari pada tubuh. Sedangkan modus adalah sifat-sifat substansi yang tidak mutlak perlu dan yang dapat diubah-ubah,yaitu  pikiran- pikiran individual. Dengan itu  ia mengatak jelas bahwa roh dan jiwa memiliki sebagai sifat asasi; pemikiran, dam memiliki sebagai modinya; pikiran-pikiran individual,gagasan-gagasan dan gejala-gejala kesadaran yang lain. Roh pada jiwa pada hakikatnya berbeda dengan benda. Sifat asasi roh adalah pemikiran, sedang asasi benda adalah keluasan.















DAFTAR PUSTAKA

Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum; dari Metodologi sampai Teofilosofi. . 2008. Bandung:  Pustaka Setia.
Bertebs , K.  ,. Ringkasan Sejarah Filsafat, 1975. Yogyakarta: Kanisius.
Bakker, Anton., Metode-Metode Filsafat.  1986. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sudarsono. Ilmu Filsafat; suatu pengantar. 2008. Jakarta: Rineka Cipta.
Zubaedi. Filsafat Barat; Dari logika baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun. 2010. Yogyakarta: Arruzz  Media.
Russell, Bertnand. Sejarah Filsafat Barat. 2002. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, Amin. 2006. Islamic Studies di Perguruan Tinggi,Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum.1990. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



[1] Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986) hlm.68.
[2] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.248 diambil dari (Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 107).
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm.129.
[4] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.733.
[5] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, hlm.734.
[6] Zubaedi, Filsafat Barat; dari logika baru Descartes hingga revolusi sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz Media, 2010) hlm.18, dikutip dari Bertnand Russell, History of Western Philosophy, vol.1 (London : George Allen and UnminLtd, 1961), hlm.542.
[7] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.249 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 62-63)
[8] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ...hlm.249.
[9] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.735.
[10] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hlm.71.
[11] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, hlm.71.
[12] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.250.
[13]K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm.48.
[14] Diterjemahkan secara harfiah, perkataan Latin “cogito ergo sum” berarti “saya berfikir,jadi saya ada”. Tetapi yang dimaksudkan Descartes dengan “berfikir” ialah “menyadari”. Jika saya sangsikan, saya menyadari bahwa saya sangsikan. Kesangsian secara langsung menyatakan adanya saya. Dalam filsafat modern kata cogito sering kali digunakan dalam arti “kesadaran”.( K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, hlm.49).
[15] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ( Yogyakarta: Kanisius, 2011),hlm.49.
[16] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), hlm.132.
[17] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
[18] K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ( Yogyakarta: Kanisius, 2011),hlm.49.
[19] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
[20] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.256 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 67).
[21] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002) hlm.732
[22] Bertnand Russell, Sejarah Filsafat Barat, hlm. 733
[23] Keyakinan tokoh Gereja bahwa dasar filsafat haruslah iman.( Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT Remaja rosdakarya, 1990 ) hlm.129.
[24] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum ; dari Metodologi sampai Teofilosofi, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hlm.258 diambil dari ( Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 107).
[25] Atang Abdul hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum...hlm.257 diambil dari ( Juhaya S.Pradja, 2000 : 68 ).
[26] Zubaedi, Filsafat Barat; Dari logika baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Arruzz  Media, 2010 ) hlm.20.
[27] Zubaedi, Filsafat Barat...hlm.21 dikutip dari Harun hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, ( Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm.20.
[28] Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.120 diambil dari Frederick Copleston, S. J. A  History of Philosophy, Vol.IV (London: Search Press, 1985).
[29]  Amin Abdullah, Islamic Studies...hlm.121 ( Kritik dan komentar terhadap konsepsi pemikiran Descartes, lebih lanjut lihat Richard J. Bernstein, Beyond Objectivism and Relativism: Science Hermeneutik and Praxis (Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 1983 ), khususnya bab I.
[30] Sudarsono, Ilmu Filsafat; suatu pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.315.
[31] Sudarsono, Ilmu Filsafat; suatu pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.316 dikutip dari DR. Harun Hadiwijono; Sari Sejarah Filsafat Barat, 2h :23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar